Dunia
kesehatan mengalami banyak tantangan dan perubahan, masih belum lepas di
telingga kita, bahwa pada pertengahan tahun 2015 di Negara Arab di temukan
virus yang bernama Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV). Penyakit ini menjadi perhatian sangat serius bagi
pemerhati kesehatan, Negara Korea Selatan sebagai salah satu Negara yang
terkena imbas dari MERS-CoV tersebut pro aktif untuk menuntaskan penyakit ini.
Belumlah berakhir, kini kembali lahir virus baru yang bernama virus zika. Virus zika ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi dari genus Aedes,
terutama Aedes aegypti di daerah
tropis. Nyamuk ini sama dengan nyamuk yang mentransmisikan demam berdarah
dengue (DBD), chikungunya dan demam kuning. Para ahli menganggap bahwa penyakit
ini bisa menyebar melalui factor geografis dan perpindahan penduduk.
Sebagaimana
diketahui bahwa perpindahan penduduk dari satu Negara ke Negara lain merupakan
salah satu dampak dari berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Hal ini perlu
menjadi perhatian, terlebih kawasan ASEAN adalah salah daerah tropis yang
merupakan tempat yang baik perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Disisi lain, awal tahun 2016 dimulai program
international Sustainable Development
Goals (SDGs). Program ini memiliki lima pondasi dasar yakni manusia,
planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan. Serta dibangun dengan 17
tujuan. Pada tujuan
ketiga, menyebutkan bahwa menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Ini memberikan perhatian bagi
pemerintah akan pentingnya melindungi masyarakat untuk mendapatkan kehidupan
yang sehat. Program MEA dan SDGs jalan secara bersamaan dalam mewujudkan
masyarakat sehat. Akan tetapi diawal perjalanan tersebut kembali hadir Virus
Zika, yang membayangi pelaksanaan program tersebut.
World Health Organization (WHO) atau badan
kesehatan dunia, melaporkan bahwa di beberapa Negara virus zika telah ditemukan
kasusnya. Bahkan ini menjadi perhatian yang sangat serius untuk segera
dikendalikan. Pada tanggal 18 Januari
2016, di Perancis daerah Saint Martin
ditemukan 1 kasus infeksi virus zika. Pada tanggal 25 Januari 2016, di pulau
Virgin Amerika Serikat, dikonfirmasi adanya infeksi virus zika. Selanjutnya di
Republik Dominika dilaporkan bahwa dari 10 kasus terinfeksi virus zika. Dari 10
kasus, 8 adalah diperoleh secara lokal dan 2 di impor dari El Salvador. Negara
lainnya seperti Haiti, Karibia, dan Germany kasus infeksi virus zika telah
menjadi perhatian yang sangat serius.
Mengenal
penyakit ini akan memudahkan dalam upaya pencegahan dan pengobatan yang tepat. Gejala, Masa inkubasi (waktu dari paparan gejala) penyakit virus Zika
tidak jelas, tetapi mungkin beberapa hari. Gejalanya mirip dengan infeksi
arboviral lainnya seperti demam berdarah, konjungtivitis, nyeri sendi, malaise,
dan sakit kepala. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan berlangsung selama 2-7
hari. Diagnosis, Virus zika di diagnosis melalui PCR (polymerase chain reaction) dan isolasi virus dari sampel darah.
Diagnosis oleh serologi dapat menjadi sulit karena virus bisa
menyeberang-bereaksi dengan flaviviruses lainnya seperti demam berdarah, dan
demam kuning. Pengobatan, Penyakit virus zika biasanya relatif
ringan dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Orang sakit dengan virus zika harus
mendapatkan banyak istirahat, minum yang cukup, mengobati rasa sakit dan demam
dengan obat-obatan umum. Jika gejala memburuk, mereka harus mencari perawatan
medis. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin vaksin penyakit tersebut.
Pencegahan, Partisipasi masyarakat merupakan langkah yang sederhana, mudah
dilakukan, dan memiliki nilai ekonomi yang rendah. Semua elemen harus bahu
membahu untuk mencegah virus ini menyebar di masyarakat. Pemerintah juga
memiliki peranan yang begitu besar, peran ini dapat diimplementasikan dengan
mengintensifkan kegiatan surveilans, menerapkan langkah-langkah pengendalian
vektor, serta mendidik masyarakat tentang risiko yang terkait dengan virus zika
dan mendorong mereka untuk mengambil setiap tindakan pencegahan terhadap
gigitan nyamuk. Focus upaya pencegahan dan pengendalian berupa mengurangi
sarang nyamuk melalui pengurangan sumber dan mengurangi kontak antara nyamuk
dan manusia. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi jumlah tempat terbuka yang
berisi air alami dan buatan yang mendukung jentik nyamuk untuk berkembang biak,
mengurangi populasi nyamuk dewasa sekitar masyarakat. Menggunakan penghambat
nyamuk dewasa seperti kasa nyamuk. Karena nyamuk Aedes memiliki waktu atau jam tertentu dalam menggigit, maka
dianjurkan bahwa mereka yang tidur pada siang hari, bayi, anak-anak, orang
sakit atau tua, harus beristirahat dengan menggunakan kelambu.
Pada
kelompok resiko lainnya, seperti wisatawan. Mereka diharuskan untuk memiliki
pengetahuan dan kemampuan tindakan pencegahan dasar untuk melindungi diri dari
gigitan nyamuk. Langkah ini dinilai sangat efektif dan membantu pemerintah
dalam melaksanakan pengendalian penyakit. Di Thailand, upaya ini telah
dilakukan dengan dibentuknya unit penyakit
wisatawan, unit ini berada dibawah kendali Rumah Sakit Penyakit Tropis,
Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University. Para wisatawan yang
berkunjung di negara ini harus melewati laser sensor fever yang dipasang di
bagian kedatangan bandara international Thailand. Wisatawan yang teridentifikasi
memiliki gejala penyakit tertentu akan langsung diarahkan untuk ke rumah sakit
tersebut. Kerjasama antar pihak telah berjalan dengan baik, sehingga upaya
menekan penyebaran masuknya penyakit antar satu negara dengan negara lain bisa
dikendalikan.
Di era MEA
dan SDGs ini membutuhkan kerja sama antar berbagai komponen bangsa, tugas ini
bukan dibebankan kepada pemerintah saja, tetapi lebih dari itu masyarakat harus
pro aktif dalam mengenal, memahami dan melakukan upaya perbaikan lingkungan,
khsusnya tempat perindukan nyamuk Aedes aegypty.
Pencegahan jauh lebih penting dan mudah dilakukan, sehingga jika hal ini bisa
dilakukan maka penyebaran virus zika akan mudah dikendalikan.
0 komentar:
Posting Komentar