Negara yang berada dalam kawasan asia tenggara telah berkomitmen untuk
memajukan kawasan ini, komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk organisasi
ASEAN yang berdiri pada 8 Agustus 1967 di Bangkok. Beberapa negara pendiri
ASEAN yakni: Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, diikuti
beberapa Negara yakni Brunei Darussalam
bergabung pada 7 Januari 1984, Vietnam bergabung pada 28 Juli 1995, Laos
bergabung pada 23 Juli 1997, Myanmar bergabung pada 23 Juli 1997, dan Kamboja
bergabung pada 16 Desember 1998 dan Timor Leste. Untuk memperluas keanggotaan
maka beberapa Negara yang berada dalam kawasan ASEAN memiliki keinginan yang
sama untuk masuk dalam keanggotaan tersebut, yakni: Bangladesh, Palau, Papua
Nugini, Republik China (Taiwan).
Dalam perjalanannya ASEAN telah menjalani berbagai program, yang terbaru
yakni disepakatinya program Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA. Ini mulai sejak
berlangsung 31 Desember 2015. MEA memiliki tiga pilar yang terkait satu dengan
lainnya: yaitu Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan
Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Ketiga pilar tersebut mengarah pada perpindahan
penduduk antar satu Negara ke Negara lain. Permasalahan perpindahan penduduk
yakni factor bahasa. Inilah salah satu tantangan bagi pimpinan Negara ASEAN
untuk menyepakati salah satu bahasa yang bisa digunakan sebagai bahasa ASEAN.
Menyatukan pemikiran, ide penduduk Negara ASEAN terhadap bahasa ASEAN akan
mengalami jalan yang panjang, tetapi ini sesuatu hal yang harus dilakukan
menginggat motto ASEAN yakni “One Vision, One Identity, One Community”.
Diantara Negara-Negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki potensi yang sangat
besar, potensi tersebut berupa jumlah penduduk yang banyak, luas wilayah yang
sangat besar, karakteristik budaya yang beragam, serta sumber daya alam yang
berlimpah, bahasa indonesia telah banyak dipelajari berbagai Negara seperti
Thailand, diluar kawasan ASEAN beberapa Negara telah mempelajarinya diantaranya
Australia, Jepang, Belanda. Ini menjadi kekuatan indonesia untuk berada pada
gerbong terdepan sebagai pemimpin kawasan ASEAN. Dengan potensi itu pula maka
bahasa indonesia layak untuk diperjuangkan sebagai bahasa pengantar dikawasan
ASEAN. Namun demikian, terdapat beberapa peta kekuatan yang harus dijadikan
acuan dalam meloby negara lainnya. Secara umum tradisi di secretariat ASEAN
bahwa dalam pengambilan keputusan merujuk pada satu Negara satu suara, sehingga
walaupun indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak hanya memiliki satu
suara dalam pengambilan keputusan. Hal ini harus benar-benar menjadi perhatian
yang serius dalam menentukan langkah. Jika melihat “karakteristik budaya”
Negara ASEAN, maka dapat dibagai dalam tiga kelompok besar yakni: kelompok
pertama Filipina dan Singapore, kedua Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam,
dan ketiga Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja.
Sisi lainnya, terdapat beberapa Negara yang menggunakan bahasa melayu
diantaranya: Bagian barat Indonesia, Malaysia, Thailand selatan, Singapore,
Brunei Darussalam, Filipina. Negara Negara tersebut meskipun memiliki bahasa
nasionalnya tetapi penggunaan bahasa melayu masih sering digunakan penduduknya.
Fakta ini menunjukkan betapa bahasa melayu menasional di beberapa Negara
kawasan ASEAN. Hal inilah menjadikan Malaysia sebagai penggerak utama bahasa
melayu, selain digunakan sebagai bahasa nasional, Malaysia juga memiliki
pengaruh pada beberapa Negara kawasan ASEAN, seperti ketergantungan Singapore
terhadap pasokan air bersih dari Malaysia.
Peluang lainnya yakni bahasa inggris, ini mudah diterima oleh semua Negara,
terlebih bahasa ini telah menjadi salah satu bahasa pengantar Persatuan Bangsa
Bangsa (PBB). Sehingga Negara kawasan ASEAN tentunya akan mudah memahami
kondisi yang berada diwilayahnya. Ini pula yang akan membawa keuntungan yang
besar bagi Singapore dan Filiphina sebagai pengguna bahasa inggris terbesar.
Fenomena tersebut memperlihatkan terdapat tiga bahasa yang memiliki peluang
sebagai bahasa pengantar kawasan ASEAN, yakni: Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu,
dan Bahasa Inggris. Tarik menarik kepentingan terhadap fenomena ini akan sangat
kencang, misalnya jika Bahasa Melayu disuarakan tentunya Indonesia akan
menerima hal tersebut, terlebih ini berada pada gerbong Malaysia. Demikian pula
sebaliknya jika bahasa indonesia yang akan digunakan sebagai bahasa ASEAN, maka
Malaysia tentu sulit untuk menerimanya. Disinilah akan Nampak kekuatan dan pengaruh
suatu Negara terhadap Negara lainnya.
Tentunya perjuangan Indonesia dalam mengusulkan bahasa indoesnia sebagai
bahasa ASEAN harus berjalan secara serentak antara eksekutif dan legislative.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI H. Irman Gusman S.E., MBA mengatakan bahwa
jumlah penutur bahasa Melayu berjumlah 400 juta orang atau 60% dari sekitar 650
juta total penduduk kawasan Asia Tenggara, maka peluang menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN sangat besar. Jumlah penutur ini hampir sama
banyaknya dengan jumlah penutur bahasa Arab dan bahasa Rusia. Namun, lebih
banyak dibandingkan jumlah penutur bahasa Prancis dan bahasa Jerman yang sudah
menjadi bahasa internasional. Berbeda dengan pendapat Hamam Supriyadi, Ph.D
dosen Bahasa Indonesia, University of Thammasat Thailand yang mengatakan bahwa
Bahasa Indonesia tidak mesti menjadi bahasa ASEAN, tetapi bahasa Indonesia akan
menjadi bahasa yang paling banyak digunakan penduduk ASEAN.
Akhirnya, semua akan kembali pada pengguna bahasa itu sendiri, masyarakat
ASEAN yang akan menentukan segalanya, jika dia butuh maka dia akan
menggunakannya. Bahasa Inggris, Bahasa Melayu, dan Bahasa Indonesia memiliki
peluang yang sama untuk digunakan sebagai bahasa resmi Negara ASEAN.
0 komentar:
Posting Komentar