Minggu, Maret 20, 2016

Bahasa Indonesia Bahasa ASEAN, Mungkinkah?

Negara yang berada dalam kawasan asia tenggara telah berkomitmen untuk memajukan kawasan ini, komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk organisasi ASEAN yang berdiri pada 8 Agustus 1967 di Bangkok. Beberapa negara pendiri ASEAN yakni: Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, diikuti beberapa Negara yakni  Brunei Darussalam bergabung pada 7 Januari 1984, Vietnam bergabung pada 28 Juli 1995, Laos bergabung pada 23 Juli 1997, Myanmar bergabung pada 23 Juli 1997, dan Kamboja bergabung pada 16 Desember 1998 dan Timor Leste. Untuk memperluas keanggotaan maka beberapa Negara yang berada dalam kawasan ASEAN memiliki keinginan yang sama untuk masuk dalam keanggotaan tersebut, yakni: Bangladesh, Palau, Papua Nugini, Republik China (Taiwan).

Dalam perjalanannya ASEAN telah menjalani berbagai program, yang terbaru yakni disepakatinya program Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA. Ini mulai sejak berlangsung 31 Desember 2015. MEA memiliki tiga pilar yang terkait satu dengan lainnya: yaitu Masyarakat Politik Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan Masyarakat Sosial Budaya ASEAN. Ketiga pilar tersebut mengarah pada perpindahan penduduk antar satu Negara ke Negara lain. Permasalahan perpindahan penduduk yakni factor bahasa. Inilah salah satu tantangan bagi pimpinan Negara ASEAN untuk menyepakati salah satu bahasa yang bisa digunakan sebagai bahasa ASEAN. Menyatukan pemikiran, ide penduduk Negara ASEAN terhadap bahasa ASEAN akan mengalami jalan yang panjang, tetapi ini sesuatu hal yang harus dilakukan menginggat motto ASEAN yakni “One Vision, One Identity, One Community”.

Diantara Negara-Negara anggota ASEAN, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, potensi tersebut berupa jumlah penduduk yang banyak, luas wilayah yang sangat besar, karakteristik budaya yang beragam, serta sumber daya alam yang berlimpah, bahasa indonesia telah banyak dipelajari berbagai Negara seperti Thailand, diluar kawasan ASEAN beberapa Negara telah mempelajarinya diantaranya Australia, Jepang, Belanda. Ini menjadi kekuatan indonesia untuk berada pada gerbong terdepan sebagai pemimpin kawasan ASEAN. Dengan potensi itu pula maka bahasa indonesia layak untuk diperjuangkan sebagai bahasa pengantar dikawasan ASEAN. Namun demikian, terdapat beberapa peta kekuatan yang harus dijadikan acuan dalam meloby negara lainnya. Secara umum tradisi di secretariat ASEAN bahwa dalam pengambilan keputusan merujuk pada satu Negara satu suara, sehingga walaupun indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak hanya memiliki satu suara dalam pengambilan keputusan. Hal ini harus benar-benar menjadi perhatian yang serius dalam menentukan langkah. Jika melihat “karakteristik budaya” Negara ASEAN, maka dapat dibagai dalam tiga kelompok besar yakni: kelompok pertama Filipina dan Singapore, kedua Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan ketiga Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja.
Sisi lainnya, terdapat beberapa Negara yang menggunakan bahasa melayu diantaranya: Bagian barat Indonesia, Malaysia, Thailand selatan, Singapore, Brunei Darussalam, Filipina. Negara Negara tersebut meskipun memiliki bahasa nasionalnya tetapi penggunaan bahasa melayu masih sering digunakan penduduknya. Fakta ini menunjukkan betapa bahasa melayu menasional di beberapa Negara kawasan ASEAN. Hal inilah menjadikan Malaysia sebagai penggerak utama bahasa melayu, selain digunakan sebagai bahasa nasional, Malaysia juga memiliki pengaruh pada beberapa Negara kawasan ASEAN, seperti ketergantungan Singapore terhadap pasokan air bersih dari Malaysia.
Peluang lainnya yakni bahasa inggris, ini mudah diterima oleh semua Negara, terlebih bahasa ini telah menjadi salah satu bahasa pengantar Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Sehingga Negara kawasan ASEAN tentunya akan mudah memahami kondisi yang berada diwilayahnya. Ini pula yang akan membawa keuntungan yang besar bagi Singapore dan Filiphina sebagai pengguna bahasa inggris terbesar.
Fenomena tersebut memperlihatkan terdapat tiga bahasa yang memiliki peluang sebagai bahasa pengantar kawasan ASEAN, yakni: Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu, dan Bahasa Inggris. Tarik menarik kepentingan terhadap fenomena ini akan sangat kencang, misalnya jika Bahasa Melayu disuarakan tentunya Indonesia akan menerima hal tersebut, terlebih ini berada pada gerbong Malaysia. Demikian pula sebaliknya jika bahasa indonesia yang akan digunakan sebagai bahasa ASEAN, maka Malaysia tentu sulit untuk menerimanya. Disinilah akan Nampak kekuatan dan pengaruh suatu Negara terhadap Negara lainnya.
Tentunya perjuangan Indonesia dalam mengusulkan bahasa indoesnia sebagai bahasa ASEAN harus berjalan secara serentak antara eksekutif dan legislative. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI H. Irman Gusman S.E., MBA mengatakan bahwa jumlah penutur bahasa Melayu berjumlah 400 juta orang atau 60% dari sekitar 650 juta total penduduk kawasan Asia Tenggara, maka peluang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi ASEAN sangat besar. Jumlah penutur ini hampir sama banyaknya dengan jumlah penutur bahasa Arab dan bahasa Rusia. Namun, lebih banyak dibandingkan jumlah penutur bahasa Prancis dan bahasa Jerman yang sudah menjadi bahasa internasional. Berbeda dengan pendapat Hamam Supriyadi, Ph.D dosen Bahasa Indonesia, University of Thammasat Thailand yang mengatakan bahwa Bahasa Indonesia tidak mesti menjadi bahasa ASEAN, tetapi bahasa Indonesia akan menjadi bahasa yang paling banyak digunakan penduduk ASEAN.
Akhirnya, semua akan kembali pada pengguna bahasa itu sendiri, masyarakat ASEAN yang akan menentukan segalanya, jika dia butuh maka dia akan menggunakannya. Bahasa Inggris, Bahasa Melayu, dan Bahasa Indonesia memiliki peluang yang sama untuk digunakan sebagai bahasa resmi Negara ASEAN.

0 komentar:

Posting Komentar