Asean economy community (AEC) 2015 atau masyarakat ekonomi asean
tahun ini akan berlaku, ini berarti semua masyarakat yang berada dikawasan
asean harus bersaing secara mandiri untuk meraih kesejahteraan. Persaingan
tidak lagi pada batas antar suku, agama, daerah, kabupaten, provinsi, akan
tetapi jauh lebih luas mengarah pada perasaingan antar Negara. Dahulu,
penggerak ekonomi bangsa ini hanya diisi oleh bangsa sendiri, lapangan kerja
hanya di isi oleh bagsa sendiri, kedepan tidak lagi seperti itu. Kenyataan
pahit akan sangat terasa bagi mereka yang tidak siap untuk bersaing, mereka
akan tersingkir oleh zaman. Professional dan skill yang mumpuni adalah syarat
mutlak berlakunya AEC 2015.
Indonesia
memiliki peran yang sangat penting berlakunya AEC 2015, jika melihat segala
aspek maka bangsa inilah yang memegang kunci keberhasilan AEC tersebut. Dengan
begitu Negara ini pula menjadi “incaran" Negara Negara kawasan Asean,
mereka menganggap “menguasai” bangsa ini maka masyarakat dan ekonomi mereka
akan maju. Tenggoklah Negara tetangga Thailand, Negara ini sangat siap
menghadapi AEC 2015. Semua lini dan sendi-sendi vital penggerak ekonomi telah
disiapkan, masyarakat telah diberikan edukasi tentang AEC. Pada lini perguruan
tinggi telah dicetak buku-buku Indonesia dalam bahasa Thailand ini dimaksudkan
agar mereka memahami budaya Indonesia, karena salah satu kunci masuk disuatu
wilayah adalah dengan mengenal dan paham akan tata budaya daerah tersebut.
Siaran-siaran televisi telah memasukan satu segmen AEC pada acara mereka.
Seminar-seminar AEC giat dilakukan, terlebih mereka telah menyiapakan gedung
international seminar yang bisa digunakan semua Negara asean untuk
menyelenggarakan kegiatan seminar yang tentunya semua itu gratis. Ditempat
ibadah telah disiapkan leflet tentang budaya budaya negera asean yang dibuat
dalam berbagai bahasa Negara asean tersebut. Ini secara tidak langsung
memberikan edukasi bagi masyarakat akan pentingnya menghadapi pasar bebas
tersebut.
Salah
satu pasar kerja yang menarik dilingkup asean saat ini adalah tenaga kesehatan.
Issu ini telah masuk dalam kajian pasar asean, sadar atau tidak sadar peluang
ini akan dimanfaatkan oleh mereka yang telah siap. Tenaga kesehatan harus di
didik untuk siap bersaing, disinilah peran institusi kesehatan sangat
dibutuhkan segaligus menjadi pembuktian akan majunya sebuah perguruan tinggi.
Pada sisi lain dukungan pemerintah harus sinergi agar capaian meningkatkan
tenaga kesehatan yang professional dapat terwujud. Sekali lagi bangsa ini
sangat bergantung pada sumber daya manusia yang siap pakai ditahun 2015.
Tetapi,
keadaan ini tidaklah sejalan dengan yang dihadapi tenaga kesehatan sarjana
kesehatan masyarakat (SKM), mereka harus menghadapi Permendikbud Nomor Tahun
2014 tentang Rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi serta gelar lulusan perguruan
tinggi, pada peraturan tersebut mengganti gelar akademik SKM menjadi Sarjana
Kesehatan (S.Kes). Perubahan ini membawa penggiat kesmas semakin jauh dari
dunianya, ternyata terdapat bidang ilmu lain yang memakai gelar yang sejenis.
Tantangan yang dihadapi penggiat kesmas saat ini adalah era profesi, yang
berarti semakin mengkrucut pada keahliannya.
Pemberlakuan
gelar S.Kes bagi tenaga kesehatan masyarakat menjadi ironi, pada Undang-undang
RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan, Bab II pasal 11 disebutkan Tenaga
Kesehatan dikelompokkan kedalam : tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga
keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga
keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan
tenaga kesehatan lain.
Ini berarti jika merujuk pada undang-undang ini maka
semua tenaga kesehatan yang dimaksud pada pasal 11 harus menggunakan gelar
S.Kes. Tetapi sekali lagi hanya tenaga kesehatan masyarakat yang mengalami
perubahan.
Selanjutnya,
nama program studi yang terdapat pada kesehatan masyarakat adalah program studi
kesehatan masyarakat bukan program studi kesehatan. Pada Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) kesehatan masyarakat dalam nsakah akademik pendidikan
kesehatan masyarakat yang telah disepakati Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat
Indonesia (IAKMI) dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan
Masyarakat Indonesia (AIPTKMI) dan Dikti menyebutkan bahwa gelar Prodi Kesmas
adalah “S.KM” untuk Strata 1, “MKM” untuk Strata 2, “Dr.KM” untuk Strata 3. (IAKMI
dalam revisi gelar akademik, 2015).
Kini,
menjadi sebuah perdebatan yang panjang akan hal tersebut, keputusan harus
segera diambil karena ini akan merugikan mahasiswa yang selesai pasca
ditetaptannya permendikbud 154 tahun 2014, sebagimana pada pasal 16 berbunyi
peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, (pen, 14 oktober 2014). Sehingga dengan
rujukan peraturan tersebut maka semua mahasiswa kesehatan masyarakat yang lulus
diatas tanggal 14 oktober 2014 harus menggunakan gelar akademik S.Kes. Ini
tidaklah persoalan yang mudah, institusi kesehatan masyarakat harus proaktif
dalam menyikapi permasalahan tersebut, karena akhir dari semua itu untuk
kepentingan dan nasib para alumninya, tapi patutlah pula diingat mengabaikan
peraturan tersebut berarti akan berhadapan dengan hukum.
Bersikap
the sooner the better itu juga baik,
namun harus mengedepankan kebersamaan dalam hal ini organisasi profesi kesmas
dan asosiasi institusi kesmas karena dengan wadah inilah tujuan dari gerakan
untuk mengganti permendikbud 154 bisa segera terwujud. Sehingga pada pertemuan
Pengda IAKMI dan AIPTKMI tanggal 20 Januari 2015 telah mengeluarkan Deklarasi
Pimpinan Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat, yang intinya menolak gelar
S.Kes pada jenjang strata 1. Semoga
dalam waktu yang sangat singkat pemerintah dalam hal ini kementerian Riset teknologi
dan pendidikan tinggi segera menyikapi permasalahan tersebut. (tulisan ini pernah dimuat dalam koran kendari pos, kolom opini edisi 27 januari 2015)