Perjalanan ASEAN Economy Community (AEC) baru
saja dimulai, Negara- negara ASEAN telah menyiapkan strateginya. Tak dapat
dipungkiri, arus ekonomi memiliki peluang yang besar terjadi di era ini. Salah
satu issu yang penting adalah tersedianya produk makanan halal. Untuk itu dibutuhkan kesiapan badan sertifikat
halal dalam memberikan jaminan produk halal kepada masyarakat. Pembentukan
lembaga ini adalah tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat muslim dalam
mentaati ajaran agamanya. Di Negara-negara ASEAN lembaga sertifkat halal telah
menjadi trend tersendiri bagi ummat islam. Karena dengan badan sertfikat halal
ini maka masyarakat muslim akan merasa yakin dan percaya dalam mengkonsumsi
makanan.
Di Malaysia, sejak tahun 1971 telah
memiliki peraturan tentang produk halal. Pelaksanaan peraturan tersebut berada
di bawah lembaga Bahagian Kajian Makanan dan Barangan Gunaan Islam, Jabatan
Kemajuan Islam Malaysia. Lembaga inilah yang mengeluarkan sertifikat halal pada
produk yang dibuat di Malaysia. Di
Singapura memiliki lembaga yang mengatur produk halal, yang diberi nama
MUIS Halal. Lembaga ini berada dibawah Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS),
tentunya fungsi dan tugasnya memberikan sertifikat halal kepada produk yang
diproduksi di Singapura. Di Thailand,
pengaturan dan pemberian label halal pada produk yang di produksi di Thailand
berada di bawah Halal Science Center, Chulalongkorn University. Lembaga
ini di pimpinan oleh Dr. Winai Dahlan, yang juga merupakan salah satu cucu dari
pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia yakni organisasi Muhammadiyah “KH.Ahmad
Dahlan”.
Di Brunei
Darussalam,
Sertifikat dan Ijin Halal dikeluarkan oleh Majlis Ulama Islam Brunei (Majlis).
Lembaga ini mnegatur dua hal, yakni masalah Sertifikat Halal diberikan untuk
setiap jenis usaha atau setiap tempat bisnis, serta mengenai Label Halal
diberikan untuk setiap jenis makanan. Laos,
meskipun Negara ini tidak memiliki lembaga sertifikat halal, akan tetapi dalam
peraturan tentang tentang label dan kemasan pangan disebutkan bahwa simbol atau
logo yang diakui oleh agama seperti halal dapat digunakan. Peraturan ini berada
pada Kementrian Kesehatan Laos. Myanmar,
Negara ini merupakan Negara minoritas muslim, pengaturan halal pada produk
makanan belum diatur dalam peraturan pemerintah. Tetapi, untuk melindungi
masyarakat muslim terhadap produk halal, di Negara ini memiliki banyak restoran
halal. Restoran Halal dan warung makanan di Myanmar biasanya tidak menempatkan
tanda Halal Arab biasa, kecuali yang beberapa restoran besar yang melayani
pengunjung asing. Sebagian restaroran tersebut hanya menuliskan "786"
di papan toko mereka. "786" adalah simbol yang digunakan sebagai
pengganti kata Bismillah. Tanda ini merupakan tanda tradisional yang digunakan
di Asia Selatan, terutama di Pakistan, India, Myanmar dan Bangladesh.
Di Kamboja, Sertifikasi dan Layanan
Halal diterbitkan oleh Dewan tertinggi Untuk Agama Islam Negeri Kamboja (Mufti
Kamboja). Lembaga ini bertujuan untuk memastikan bahwa umat Islam mengkonsumsi
produk halal dan sesuai dengan standar Islam, seperti yang ditentukan dalam
Quran dan Sunnah dalam Islam. Di Vietnam,
lembaga halal bernama Halal Vietnam (HVN) yang menawarkan sertifikat halal pada
produk makanan. HVN memiliki tugas utama untuk memberikan merek halal pada
produk dan jasa dari perusahaan dan embaga-lembaga public. HVN didirikan oleh
Komunitas Islam Vietnam. Organisasi ini merupakan organisasi Islam yang
didedikasikan untuk mempromosikan makanan halal di Vietnam.
Philippines, Negara ini memiliki
lembaga sertifikat halal yang bernama Islamic Da'wah Council of the
Philippines (IDCP). Lembaga ini adalah federasi dari 98 Organisasi Muslim
di seluruh Filipina. IDPC merupakan Organisasi Islam Non- Pemerintah (NGO)
yang telah terakreditasi melalui Departemen Kesejahteraan Sosial dan
Pembangunan Philippines. Pembentukan lembaga ini di dasarkan pada keputusan
Mahkamah Agung Filipina G.R No.153888. Melalui IDPC masyarakat muslim mendapat
jaminan produk halal makanan berupa jaminan keaslian, kualitas terbaik,
kebajikan, kebersihan, yang paling cocok untuk dikonsumsi manusia.
Indonesia, lembaga sertifikat halal
berada di bawah organisasi Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP-POM MUI). Lembaga ini
berdiri pada tanggal 6 Januari 1989 dengan tugas melakukan pemeriksaan dan
sertifikasi halal. Seiring dengan berjalannya waktu maka pada tahun 1996
ditandatangani Nota Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Agama, Departemen
Kesehatan dan MUI. Selanjutnya untuk mempertegas kesepakatan tersebut maka
kemudian disusul dengan penerbitan Keputusan Menteri Agama (KMA) 518 Tahun 2001
dan KMA 519 Tahun 2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga sertifikasi halal
serta melakukan pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat
halal.
Pasar makanan halal akan menjadi incaran bagi
pengusahan, sehingan di era AEC persaingan antar produk makanan akan sangat
ditentukan dengan adanya sertifikat halal pada produk makanan. Oleh karena itu
dibutuhkan lembaga sertifikat halal yang handal, mandiri dan bekerja secara
cepat untuk memberikan sertifikat halal produk yang dibuat masyarakat.